Yogyakarta, INANEWS.id - Usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan masa pemilu Nasional dan Daerah, sejumlah komentar dilontarkan oleh politisi maupun partai politik.
Di Provinsi Yogyakarta seorang politisi Partai Nasdem Suharno, S.E., menyayangkan sikap kebablasan nya MK dalam melakukan keputusan.
Suharno juga menyebut pemilu yang diselenggarakan dua kali juga perlu mempertimbangkan pembiayaan. Ia menyebut partai NasDem tengah mengkaji dampak dari putusan MK termasuk usulan di revisi UU Pemilu yang akan dibahas oleh DPR RI.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/07/laksanakan-program-ketahanan-pangan.html
"Hasil dari keputusan MK mestinya DPR segera membahas, dalam kondisi negara banyak anggaran yang harus diefisiensi, MK memutuskan untuk pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, pasti nanti ada pembengkakan anggaran, yang mengkhawatirkan anggaran Pemilu Daerah ditanggung Daerah, kemudian kaitan pemilu daerah yang ditunda tentu menabrak UUD 45 Pasal 22e yang amanatnya pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil presiden DPRD kab/kota DPRD Provinsi,
Dan diamanatkan pemilu secara langsung umum bebas rahasia jujur dan adil, ini yang mestinya harus menjadi pertimbangan. "Apakah akan merubah UUD akibat keputusan MK," kata Suharno kepada INANEWS.id melalui sambungan WhatsApp Chat massenger. Kamis, (3/7/2025).
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/07/cincin-emas-asli-ditukar-yang-palsu-dua.html
"Jadi lihat nanti seperti apa kelanjutannya apakah DPR hanya diam apa mengalir saja kita lihat seperti apa DPR RI," lanjutnya.
Suharno juga menyatakan kegamangannya terkait putusan MK tersebut, bila masa pemilu dipisahkan selama 2 tahun 6 bulan maka akan ada banyak kendala bagi anggota DPRD naik jenjang ke DPR-RI.
"Kemudian jika ada anggota DPR mau nyalon DPR-RI sementara masih jabat bagaimana, atau sebaliknya jika anggota DPR-RI tidak jadi masih ada kesempatan nyalon DPRD, semua masih blunder, tapi yang paling penting apakah MK tidak menabrak konstitusi," jelas Suharno.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/07/ini-penyebab-tewasnya-2-mahasiswa-kkn.html
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan, Pemilu Nasional untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, DPR, dan DPD digelar lebih dulu. Pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD serta kepala daerah baru dilaksanakan sekitar 2-2,5 tahun kemudian.
Sehingga putusan tersebut secara substansi telah melanggar amanat Pasal 22e UUD 1945 yang menegaskan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan MK, yang berpotensi memperpanjang masa jabatan anggota DPRD tanpa pemilihan, dianggap sebagai tindakan inkonstitusional.
Suharno menyoroti langkah MK yang telah mengambil peran pembentuk undang-undang, sebuah kewenangan yang seharusnya berada di tangan lembaga legislatif atau DPR. Oleh karena itu, melalui putusan tersebut, MK telah melangkah melewati kewenangannya terlalu jauh.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/07/ini-upaya-tipikor-diy-ungkap-korupsi.html
Kritik Suharno tidak berhenti di situ. Suharno menyebut adanya inkonsistensi dalam sikap MK terkait posisi pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut politisi NasDem itu, MK tidak memiliki pendirian yang tetap mengenai apakah pilkada masuk dalam rezim pemilu atau pemerintahan daerah.
”Putusan ini seharusnya masuk dalam ranah manajemen pemilu, bukan konstitusionalitas. Ketidakkonsistenan ini semakin memperlemah posisi hukum MK, apalagi dalam putusan sebelumnya No 85/PUU-XX/2022, pilkada disamakan dengan pemilu,” tutup Suharno.
(WAP)
Social Header