Breaking News

Festival Kopi Gunung Gambar Cara Menikmati Kopi Peninggalan Mangkunegaran IV di Gunungkidul


Gunungkidul (DIY), INANEWS.id - Gunungkidul saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata, pesona 72 kilometer garis pantainya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik lokal mau pun internasional.

Tak hanya terkenal dengan keelokan wisatanya saja namun Gunungkidul juga bisa dinikmati dengan hasil olahan kopinya.

Mungkin banyak orang bertanya, memangnya Gunungkidul punya kopi, bukannya Gunungkidul daerah gersang dan panas...?

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/11/bmkg-keluarkan-peringatan-dini-cuaca.html

Pandangan miring tersebut dibuktikan dengan digelarnya Festival Kopi Gunung Gambar di Kapanewon Ngawen. Minggu, (2/11/2025).

Festival Kopi Gunung Gambar yang digelar di pendopo Gunung Gambar ini yang dihadiri oleh Wakil Bupati Joko Parwoto, Panewu Ngawen, dan juga para penggiat kopi. 

Wakil Bupati Gunungkidul Joko Parwoto yang juga penggemar kopi ini menangkap potensi Kopi Gunung Gambar menjadi keunikan tersendiri bagi meningkatkan potensi wisata alam yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul di sektor utara.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/11/kecelakaan-di-jalan-yogya-wonosari.html

"Festival Kopi Gunung Gambar ini kegiatan yang menyenangkan, selain saya penikmat kopi sekaligus pemerhati kopi termasuknya, karena kopi ini menjadi komoditas yang memiliki nilai yang tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, Indonesia menjadi pengekspor kopi terbesar no 4 di dunia setelah Vietnam, Brazil dan Colombia. Sehingga dengan kondisi seperti itu perlu ditingkatkan lagi penanamannya sehingga nantinya kopi Gunung Gambar ini bisa go internasional," kata Joko Parwoto.

Joko juga menambahkan bahwa dengan adanya kopi Gunung Gambar ini bisa dikolaborasikan dengan pariwisata, terlebih suasana pedesaan yang masih kental ditambah pemandangan yang bisa dinikmati melalui ketinggian Gunung Gambar ini bisa menjadi wisata alam yang mahal.


Sejarah Panjang Kopi Gunung Gambar

Keberadaan Kopi Gunung Gambar berawal dari masa kolonial, perkebunan kopi di zaman kejayaan Mangkunegaran berada di sebagian wilayah Wonogiri dan Karanganyar. Penanaman kopi di daerah Mangkunegaran dimulai pada 1814, dimana saat itu bibit kopi diperoleh dari Kebun Kopi Gondosini, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/11/pesepeda-di-bantul-meninggal-dunia-usai.html

Setelah menduduki takhta, Mangkunegara IV memperluas perkebunan kopi ke wilayah Honggobayan, Keduwang dan Karangpandan, di luar Kota Solo. Hal ini dikarenakan beberapa tempat yang cocok untuk penanaman kopi masih berada ditangan para penyewa pengusaha Eropa. Maka untuk memperluas pembudidayaan kopi Mangkunegara IV melakukan alih fungsi hutan di wilayah Wonogiri.

Pada awal tahun 1850 baru ada 4 wilayah penting bagi penanaman kopi di Mangkunegaran, tetapi sejak pembebasan tanah-tanah apanage berkembang menjadi 24 wilayah. Penanaman kopi di 24 wilayah Mangkunegaran ini ditangani secara serius, dengan mendatangkan administratur kopi dari Eropa, Rudolf Kampff untuk mengorganisir pananaman kopi.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/11/582-atlet-panaskan-lintasan-di.html

Dari 24 wilayah itu, masing-masing dikepalai seorang administratur yang bergelar panewu kopi dan mantri kopi. Di setiap daerah didirikan gudang untuk penampungan kopi dan pesanggrahan sebagai tempat tinggal para administratur. Ke-24 administratur kopi itu berada di bawah kendali dua orang penilik atau inspektur Eropa, yaitu L.J. Jeanty dan J.B. Vogel yang masing-masing berkedudukan di Tawangmangu dan Nguntoronadi.

Masing-masing penilik membawahi 12 wilayah. J.B. Vogel membawahi wilayah-wilayah: Karangpandan, Tawangmangu, Jumapolo, Jumapuro, Jatipuro, Ngadirojo, Sidoarjo, Girimarto, Jatisrono, Slogohimo, Bulukerto dan Purwantoro. Sedangkan L.J. Jeanty membawahi wilayah-wilayah: Nguntoronadi, Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Giritontro, Baturetno, Batuwarno, Selogiri, Singosari dan Ngawen.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/11/582-atlet-panaskan-lintasan-di.html

Merebaknya serangan jamur Hemeleia vastatrix (karat daun) di seluruh penjuru Nusantara turut menggoyang produksi kopi di lingkup istana Mangkunegaran sejak 1878. Perkebunan kopi di Karanganyar dan Wonogiri terus menanggung rugi akibat gagal panen mulai 1879 sampai 1900. 

Setelah sempat terlupakan dan hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, budidaya kopi ini dihidupkan kembali oleh kelompok tani setempat, dibantu oleh program KKN dari UGM dan didukung berbagai pihak. Pengembangan ini berfokus pada pemanfaatan sejarah kopi sebagai bagian dari daya tarik wisata di kawasan Gunung Gambar, Ngawen, Gunungkidul.

(WAP)

© Copyright 2022 - INANEWS