Breaking News

Jarnas.Indo Nilai Pemerintah Kehilangan Empati, Tolak Kenaikan Gaji DPR

Pernyataan Sikap Jarnas.Indo terhadap Pemerintah dan DPR

Jarnas.indo mengeluarkan pernyataan sikap menolak kenaikan gaji dpr dan mengkritik pemerintah yang dinilai kehilangan empati di tengah krisis ekonomi. Mereka menyebut kebijakan negara hanya menguntungkan elit politik, sementara rakyat kecil terus terhimpit beban hidup.

Jakarta, INANEWS.id – Pemerintah dinilai gagal menjaga keadilan sosial di tengah krisis ekonomi yang kian menekan rakyat. Warga mulai merasa jengah dengan kondisi saat ini, di mana kebutuhan hidup semakin mahal sementara kebijakan negara justru terkesan hanya berpihak kepada elit politik.

Kekecewaan itu disuarakan Jaringan Nasional Indonesia (Jarnas.Indo) melalui pernyataan sikap resmi pada Sabtu (30/8/2025) di Jakarta. Mereka menyoroti tragedi yang menimpa para pekerja ojek online dan buruh, sekaligus menilai empati elit politik semakin jauh dari penderitaan rakyat.

Di tengah rakyat yang terseok menghadapi tekanan ekonomi, muncul rencana kenaikan gaji anggota DPR RI. Jarnas.Indo menyebut kebijakan tersebut sebagai tamparan keras bagi rakyat kecil yang justru harus berjuang menghadapi harga kebutuhan pokok yang naik rata-rata 7–10 persen setiap tahun.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/game-changer-politik-nasional-dari.html

“Ini jelas melukai rasa keadilan. Pemerintah kehilangan empati, DPR lebih sibuk memikirkan gaji dan fasilitas, sementara jutaan rakyat hidup di garis kemiskinan,” tegas Ketua Harian Jarnas.Indo, Adi Wibowo.

Dalam catatan Jarnas.Indo, kondisi keuangan negara saat ini tengah menghadapi tekanan berat. Defisit APBN 2025 mencapai lebih dari Rp500 triliun, salah satunya akibat membengkaknya beban utang. Ironisnya, di tengah situasi itu, pos belanja birokrasi justru ditambah, dan kenaikan gaji pejabat negara terus digulirkan.

Kebijakan tersebut dinilai berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Sekitar 26 juta jiwa rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, sementara 8,3 juta lainnya menganggur. “Belanja pegawai dan birokrasi menghabiskan lebih dari 30 persen APBN, sementara subsidi untuk rakyat justru dipangkas,” tambah Sekjen Jarnas.Indo, Micheal Oncom.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/nahas-tabrak-lansia-menyeberang.html

Tak hanya soal APBN, Jarnas.Indo juga menyoroti kebijakan baru seperti kenaikan tarif Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang justru membebani para buruh dan pengemudi ojol. Dalam praktiknya, tarif itu langsung dipotong dari upah pekerja. Belum lagi beban tambahan seperti PPN 12 persen hingga pungutan pajak lainnya, yang semakin mempersempit ruang nafkah masyarakat kelas bawah.

Atas kondisi tersebut, Jarnas.Indo menyatakan sikap tegas. Mereka mendesak Presiden Republik Indonesia segera mencopot Kapolri yang dinilai gagal menghadirkan rasa aman dan membiarkan tindakan represif terhadap rakyat. Mereka juga meminta partai-partai politik mengganti kader pongah di DPR yang lebih mementingkan kenaikan gaji daripada memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu, Jarnas.Indo menolak keras kebijakan-kebijakan yang membebani rakyat kecil. Mereka mendorong reformasi pajak yang lebih adil, sekaligus mengajak konsolidasi gerakan rakyat buruh, tani, hingga mahasiswa untuk terus melakukan aksi massa secara terpimpin, terdidik, dan terorganisir.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/aksi-anarkis-di-polda-diy-pelajar-ikut.html

Mereka juga mengingatkan pemerintahan Prabowo-Gibran agar lebih fokus meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan memperkuat oligarki politik. Evaluasi besar terhadap kinerja kabinet dinilai perlu dilakukan demi mengembalikan arah kebijakan negara.

“Semangat Reformasi harus kembali ditegakkan, termasuk menolak diberlakukannya kembali Dwi Fungsi ABRI serta mempercepat pengesahan UU Perampasan Aset untuk memberantas KKN,” ujar Adi Wibowo.

Jarnas.Indo menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh dibiarkan jatuh lebih dalam ke jurang empati. Pemerintah dan partai politik harus segera membuktikan keberpihakan pada rakyat, bukan pada kepentingan sempit kekuasaan.

(HAW)

© Copyright 2022 - INANEWS