63 tukik penyu lekang (Lepidochelys olivacea) menetas dan dilepas ke laut di Pantai Ngandong, Tepus, Gunungkidul, pada Kamis (07/08) pagi. Momen langka yang mengharukan dan disambut antusias oleh warga serta wisatawan. Kegiatan ini menjadi momentum edukasi pelestarian penyu yang kini semakin langka, mengingat penyu lekang termasuk spesies terancam punah menurut IUCN.
Gunungkidul (DIY), INANEWS.id - Pantai Ngandong, di Padukuhan Sidorejo, Tepus, Gunungkidul, menjadi saksi momen langka dan mengharukan pada kamis (08/08/2025) pagi. Puluhan tukik atau anak penyu yang baru menetas terlihat berjuang keluar dari pasir pantai untuk kembali ke habitat alaminya di lautan lepas. Sebuah momen yang tak hanya mengundang decak kagum wisatawan, tetapi juga menyentuh hati masyarakat dan pemerhati lingkungan.
Awalnya, warga sekitar hanya menemukan satu ekor tukik yang keluar dari balik pasir. Namun setelah diperiksa lebih lanjut, sarang itu ternyata menyimpan 63 ekor tukik yang sudah siap menuju kehidupan barunya di laut. Mereka adalah penyu lekang (Lepidochelys olivacea), salah satu jenis penyu yang masih bertahan hidup di perairan tropis Indonesia, termasuk kawasan selatan Gunungkidul.
Temuan sarang tukik ini segera dilaporkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul. Bersama warga dan wisatawan yang sedang berkunjung, DKP menginisiasi pelepasan tukik secara langsung ke laut. Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum edukasi mengenai pentingnya pelestarian penyu dan ekosistem pesisir.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/merdeka-dengan-budaya-kirab-merah-putih.html
Salah satu pengunjung, Christoper Arya Kuncara Jati, mahasiswa UGM yang ikut dalam kegiatan pelepasan tukik, mengungkapan bahwa pelepasan ini merupakan pengalaman pertamannya. Ia melihat sendiri tukit tukit ini berjuang untuk sampai kelaut.
“Saya lihat sendiri tukik-tukik itu berjuang, ada yang jatuh ke lubang, ada yang nyasar ke batu, tapi akhirnya mereka bisa sampai ke laut. Rasanya seperti menyaksikan keajaiban kecil di pagi hari,” ujar Christoper.
Senada dengan cerita Arya Larasya Trana Wijayanti, wisatawan sekaligus mahasiswa asal Yogyakarta. Awalnya ia bersama temannya hanya datang ke Pantai Ngandong untuk sarapan pagi, namun sama pemilik warung, ia bersama temannya diajak untuk ikut pelepasan tukik.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/wujudkan-program-ketahanan-pangan.html
“Sebenarnya tadi saya dan teman-teman cuma mau cari sarapan di warung, tapi ditawari ikut ngelepasin tukik. Langsung kami iyakan! Ini pertama kali saya bisa lihat dan pegang tukik secara langsung. Lucu banget. Semoga nanti mereka bisa balik lagi ke sini untuk bertelur,” Kata Arya.
Ardalia Narendra Putri Mustafa, wisatawan asal Jakarta, baginya pengalaman ini menjadi pelajaran sekaligus kejutan yang menyenangkan. “Aku kira warnanya hijau kayak di film atau buku, ternyata tukik penyu warnanya lebih gelap, hampir hitam. Mereka lucu banget,” katanya.
Kehadiran tukik di Pantai Ngandong menjadi pengingat bahwa di balik keindahan pantai dan geliat pariwisata, tersimpan kehidupan liar yang masih berjuang bertahan. Penyu lekang, yang selama ini tersembunyi dari sorotan, kini muncul dan memberikan harapan baru untuk konservasi.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/sugeng-nurmanto-lakukan-ini-agar.html
Kegiatan pelepasan tukik ini bukan hanya ritual simbolik, tetapi juga bentuk nyata dari keterlibatan masyarakat dalam menjaga warisan ekologi. Karena siapa tahu, beberapa tahun mendatang, salah satu dari tukik itu akan kembali berenang ribuan mil, hanya untuk bertelur di pasir yang sama, di Gunungkidul.
Penyu Lekang: Pejuang Laut yang Rentan
Penyu lekang dikenal sebagai penyu dengan pola bertelur massal, atau arribada, meski tidak seumum penyu hijau di Indonesia. Di Gunungkidul, kemunculannya tergolong jarang. Berdasarkan data DKP Gunungkidul, terakhir kali penyu mendarat untuk bertelur tercatat pada tahun 2019.
Kepala Bidang Tangkapan Laut DKP Gunungkidul, Wahid Supriyadi, menyampaikan bahwa peristiwa ini menunjukkan kemampuan adaptasi penyu terhadap lingkungan yang kini ramai oleh aktivitas wisata.
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/08/pura-segara-wukir-gelar-piodalan.html
“Ini kabar baik, karena secara umum penyu bertelur di tempat yang steril dari manusia. Tapi di sini, mereka tetap memilih bertelur di pantai yang kini jadi destinasi wisata. Ini menunjukkan potensi hidup berdampingan antara alam dan manusia,” ungkap Wahid.
Ia menambahkan bahwa ke depan, perlu sinergi antara warga, nelayan, pelaku wisata, dan pemerintah untuk menjaga ekosistem penyu. Pantai-pantai di Gunungkidul seperti Ngandong, Drini, hingga Wediombo memang diketahui menjadi jalur migrasi dan habitat bertelur penyu, namun masih minim pengawasan dan perlindungan.
“Penyu lekang merupakan spesies penyu yang termasuk dalam daftar Appendix I CITES dan terancam punah menurut IUCN. Keberadaannya di pesisir selatan DIY harus dijaga melalui pendekatan konservasi dan edukasi yang melibatkan warga lokal dan wisatawan,” pungaks Wahid.
(HAW)
Social Header