Breaking News

Lakukan Monopoli BBM di Sadeng, Oknum Polairud Dilaporkan ke 4 Instansi Hukum Sekaligus


Gunungkidul (DIY) INANEWS.id - Seorang pengurus kapal nelayan berinisial AK dan juga pengusaha kapal ikan melaporkan dugaan praktik monopoli Bahan Bakar Minyak (BBM) di kawasan Pantai Sadeng, Gunungkidul, ke empat instansi sekaligus. Polda DIY, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Lembaga Ombudsman (LO) DIY, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

AK bersama pelapor lain yang didampingi kuasa hukumnya, Boma Aryo Nugroho, SH., M.Kn, melaporkan nama seorang pengusaha kapal ikan berinisial BW dan oknum anggota Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda DIY. Jumat, (26/9/2025).

Dalam laporannya AK dan sejumlah nelayan lainnya menilai praktik monopoli BBM sangat merugikan para pengusaha kapal maupun nelayan kecil.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/09/masalah-sampah-masih-jadi-ancaman-di.html

“Karena kuat dugaan oknum aparat penegak hukum (Polairud di Pantai Sadeng) juga terlibat dalam dugaan praktik melanggar hukum, karena terindikasi membekingi oknum pengusaha kapal ikan, maka kami mengadukan ke Polda DIY,” tegas Boma dalam konferensi pers di Sleman, Jumat (26/9/2025).

Menurut Boma, aduan kliennya dibagi ke empat lembaga dengan alasan berbeda: Pertama ke Polda DIY karena ada dugaan keterlibatan oknum Polairud yang diduga melakukan razia tanpa dasar hukum. Kejati DIY terkait dugaan perbuatan melawan hukum di ranah perdata dan tata usaha negara. LO DIY karena terdapat indikasi mal administrasi dalam tata kelola penjualan BBM.

"Juga ke KPPU untuk menindak dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Harapannya ke depan tidak ada lagi aparat yang melakukan tindakan mengatasnamakan hukum namun justru melanggar hukum itu sendiri,” imbuh Boma.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/09/terkait-putusan-mk-pemisahan-pemilu.html

Dugaan monopoli BBM bermula dari kebijakan sepihak yang mengatasnamakan koperasi nelayan sebagai pangkalan BBM di Pantai Sadeng. Semua pengusaha kapal ikan diwajibkan membeli BBM non subsidi di koperasi tersebut.

Teradu BW disebut menjadi pemodal tunggal di koperasi, membeli BBM dari salah satu agen Pertamina, lalu mengatur harga jual. Harganya pun dinilai tidak sesuai standar resmi. Nelayan yang mencoba membeli dari agen resmi Pertamina lain justru dirazia aparat.

Kasus ini dialami langsung oleh klien Boma. Pada 18 Agustus 2025, Polairud DIY melakukan razia di Pos Pantai Sadeng dan menyita 2 ton solar milik AK, masing-masing 1 ton dari kapal dan 1 ton dari mobil.


“Razia hanya berdasar laporan sepihak masyarakat yang menuding BBM klien kami ilegal. Padahal BBM itu resmi, ada faktur pajaknya, SOP juga sudah terpenuhi dan diawasi syahbandar,” kata Boma.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/09/hilangkan-pragmatisme-politik-timbul.html

BBM tersebut akhirnya dikembalikan setelah 11 jam karena tidak ada bukti kuat. Namun akibatnya, kapal AK terlambat berangkat melaut dan mengalami kerugian.

Boma menyebut, pihaknya menemukan bukti adanya pertemuan tertutup pada 31 Mei 2025 antara pihak agen penyalur BBM, koperasi, oknum Polairud, dan BW. Pertemuan itu disebut membahas harga jual, bagi hasil, hingga penentuan siapa saja yang boleh membeli BBM.

“Koperasi hanya dapat fee Rp200 per liter. Pertanyaannya, kemana sisanya? Dari laporan nelayan, ada dugaan keuntungan itu dibagi kepada oknum tertentu,” beber Boma.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/09/lomba-ngamen-piala-panglima-tni-2025.html

Lebih jauh, nelayan dan pengusaha kapal diminta menandatangani perjanjian kerja sama dengan koperasi pada 27 Mei 2025. Isi perjanjian dinilai merugikan karena mewajibkan pembelian BBM hanya melalui koperasi.

“Kita tahu kondisi ekonomi tidak baik-baik saja. Pemerintah dan aparat seharusnya memberikan kenyamanan berusaha bagi investor, bukan malah membiarkan praktik monopoli,” tandasnya.

Tidak hanya pengusaha kapal besar, nelayan kecil di Sadeng juga ikut terdampak. BBM subsidi yang seharusnya mereka nikmati, dihentikan pemerintah karena sering tidak tepat sasaran dan justru dipakai kapal besar.

Baca juga: https://www.inanews.id/2025/09/motor-supra-tabrak-pejalan-kaki-di.html

“Sekarang nelayan kecil terpaksa beli BBM non subsidi dari koperasi dengan harga tidak wajar,” ucap Boma.

Sementara itu, Ketua Nelayan Pantai Sadeng, Sarpan, membenarkan sulitnya akses BBM bagi nelayan. Ia menyebut kebutuhan BBM saat ini bergantung pada rekanan yang ditunjuk BUMDes dan karang taruna.

“Nelayan jungkung sangat berharap adanya SPBN khusus nelayan. Sudah kami sampaikan ke pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, tapi hasilnya masih menunggu regulasi,” jelas Sarpan.

(HAW)

© Copyright 2022 - INANEWS