Purwakarta (Jawa Barat), INANEWS.id – Ketegangan internal mencuat di tubuh partai besar ketika dua tokoh pentingnya mengambil sikap berseberangan secara terbuka terkait program pendidikan karakter berbasis barak militer di Jawa Barat. Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR RI, justru mendukung penuh program ini, sementara koleganya dari DPRD Jawa Barat, Ono Surono, melontarkan kritik keras dan menolaknya.
Dalam kunjungannya ke lokasi program pendidikan karakter di Purwakarta, Rieke Diah Pitaloka menyatakan dengan lantang bahwa barak bukan berarti militerisasi. Menurutnya, program ini adalah jawaban atas krisis karakter dan keterampilan di kalangan remaja, sekaligus strategi baru menyiapkan SDM unggul untuk dunia industri.
“Jangan reaktif hanya karena tempatnya di barak. Ini bukan doktrinasi militer! Ini revolusi pendidikan karakter yang kita butuhkan di Jawa Barat,” tegas Rieke.
Ia bahkan menambahkan, “Anak-anak yang dulunya malas bangun pagi, sekarang jam 4 subuh sudah semangat. Mereka bukan dicetak jadi tentara, tapi jadi pekerja tangguh yang siap masuk industri.”
Baca juga: https://www.inanews.id/2025/05/wamendagri-ribka-harap-pemungutan-suara.html
Program ini menyediakan makan bergizi tiga kali sehari, vitamin, bimbingan psikolog, serta guru BK dengan perhatian intensif. Bagi Rieke, ini lebih dari sekadar pendidikan, ini adalah “penebusan negara terhadap generasi muda yang selama ini terabaikan.”
Sementara itu, Ono Surono, kolega satu partainya di DPRD Provinsi Jawa Barat, justru menempuh arah berlawanan. Ia menyebut program ini “mengandung nuansa militeristik yang tidak tepat diterapkan pada anak-anak usia sekolah” dan menilai pendekatan tersebut tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang humanistik dan partisipatif.
Pertentangan ini mencuat ke publik dan menimbulkan tanda tanya besar: mengapa dua tokoh dari partai yang sama bisa berbenturan dalam menyikapi program strategis seperti ini?
“Jangan karena alergi pada simbol barak lalu menutup mata terhadap manfaatnya. Kita ini sedang cari solusi, bukan cari aman,” balas Rieke terhadap kritik tersebut.
Rieke bahkan mengungkap bahwa dirinya tengah membangun komunikasi dengan kalangan industri untuk memastikan lulusan dari program ini bisa langsung terserap ke dunia kerja, terutama di kawasan industri padat tenaga kerja di Jawa Barat.
“Kalau kita terus ribut soal bentuknya, bukan substansinya, kapan generasi muda bisa diselamatkan?”
Dengan narasi yang tajam dan posisi yang berani, Rieke Diah Pitaloka menantang arus kritik dari dalam partainya sendiri. Pertarungan ide ini membuka wacana publik yang lebih luas: apakah pendekatan pendidikan disiplin dan keterampilan harus selalu dicurigai, atau justru dibuka sebagai terobosan di tengah kebuntuan sistem pendidikan formal?
Rieke bergerak. Ono menolak. Partai terdiam. Publik menilai.
Penulis: Daddy Palgunadi
Aktivis "Jawa Barat Istimewa"
Social Header